Kasus Serangan Monyet Ekor Panjang
Artikel : “Kerap Serang Lahan Pertanian di Gunungkidul, Populasi Monyet Ekor Panjang Akan Dikurangi”
Berdasarkan berita yang dilansir
oleh Tribun Jogja, sepanjang tahun 2019 terdapat 11 kecamatan di Gunungkidul
yang mengalami serangan monyet ekor panjang dan kecamatan yang megalami
serangan terparah adalah Kecamatan Panggang dan Kecamatan Girisubo. Bedasarkan
penghitungan kasar di Girisubo terdapat lima koloni dengan jumlah kurang lebih
50-100 ekor. Monyet ekor panjang tersebut menyerang lahan pertanian milik warga
sekitar.
Permasalahan monyet ekor panjang
yang merusak lahan pertanian milik warga sekitar disebabkan karena populasi
yang meningkat, sedangkan jumlah makanan di habitat monyet ekor panjang semakin
berkurang karena musim kemarau. Pada saat musim penghujan, monyet ekor panjang
tidak menyerang warga karena di habitatnya masih tersedia banyak makanan dan
air. Monyet-monyet akan turun saat musim kemarau untuk mencari makan dan air.
Monyet turun hingga ke lahan pertanian dan merusak lahan pertanian milik warga.
Selain itu, monyet juga turun hingga ke pemukiman warga dan menjarah
makanan-makanan yang ada di warung-warung.
Habitat alami monyet ekor panjang
adalah rawa-rawa bakau, hutan primer dan sekunder pada ketinggian 2000 meter
diatas permukaan laut, perbatasan areal hutan dan pertanian. Monyet ekor
panjang juga dapat ditemui di habitat terganggu khususnya daerah riparian (tepi
sungai, tepi danau dan sepanjang pantai dan hutan sekunder areal perladangan)
(Linburg, 1980). Komponen habitat yang dapat mengendalikan kehidupan satwa liar
sangat tergantung dengan keberadaan dan ketercukupan dari komponen habitat,
yang apabila salah satu diantaranya tidak terpenuhi satwa akan mati. Komponen
penyusun habitat terdiri dari pakan, naungan, air dan ruang (Irwan, 1992).
Seperti kasus serangan monyet ekor panjang di Gunung kidul pada musim kemarau,
hal tersebut dikarenakan monyet kekurangan komponen penyusun habitatnya, yaitu
pakan dan air, sehingga menyerang lahan pertanian dan pemukiman warga.
Menurut Chandra (2006) makanan
monyet ekor panjang di Bukit Banten terdapat enam jenis tumbuhan yaitu jambu air, karet, kelapa, mangga,
soroan, serta turi, selain itu monyet dapat memakan jenis tumbuhan lain yang
menghasilkan buah, dan dapat memakan daun, bunga, termasuk kulit pohon dan
tunasnya. Kebutuhan pakan monyet ekor panjang setiap ekor perhari sebanyak 4%
dari bobot tubuhnya, serta memerlukan air untuk minum sebanyak 1 liter per ekor
setiap harinya.
Berbagai upaya yang telah
dilakukan untuk mengantisipasi tejadinya serangan monyet ekor panjang telah
dilakukan, diantaranya adalah membangun suaka margasatwa yang terletak di
Kecamatan Paliyan dengan luas 400 hektar untuk memberi ruang berkembang biak,
selain itu juga telah menanam ratusan pohon buah-buahan itu bertujuan agar
monyet tidak merusak lahan-lahan masyarakat. Ada 14 jenis pohon buah yang di
tanam di sekitar Suaka Margasatwa Paliyan. Namun, kondisi pohon yang ditanam
tersebut belum menghasilkan buah karena baru mulai ditanam.
Potensi reproduksi pertama monyet
ekor panjang adalah pada usia 3,5 sampai 5 tahun, Selang waktu pembiakan
(breeding interval) terjadi antara 24-28 bulan, masa gestasi berkisar antara
160-186 hari dengan rata-rata 167 hari. Jumlah anak yang dapat dilahirkan satu
ekor dengan berat bayi yang dilahirkan berkisar antara 230-470 gram. Anak
monyet ekor panjang disapih pada umur 5-6 bulan. Masa mengasuh anak berlangsung
selama 14-18 bulan. Perkawinan dapat terjadi sewaktu-waktu dan ovulasi
berlangsung spontan dengan rata-rata pada hari ke-12 sampai ke-13 pada siklus
birahi (Napier dan Napier, 1967). Dikarenakan populasi monyet ekor panjang yang
tinggi di Gunung Kidul, maka diperlukan pengurangan tingkat populasi monyet
tersebut.
Upaya yang baru-baru ini akan
dilakukan adalah dengan megurangi populasi monyet ekor panjang di Gunung Kidul.
Balai KSDA Yogyakarta sudah mengirimkan petugas untuk pengajuan pengurangan
populasi ke Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam, Kementrian Kehutanan. Pengurangan
populasi monyet ekor panjang di Kabupaten Gunungkidul rencananya akan dilakukan
60 hingga 70 persen. Penguranagan populasi kali ini akan dilakukan oleh pihak
ketiga, seperti yang dilakukan pada tahun 2010 lalu yang melibatkan warga dari
Suku Badui untuk menangkap ratusan ekor monyet ekor panjang. Nantinya yang
menangkap dari perusahaan akan memiliki izin ekspor sebanyak 20.000 ekor
perempat tahun, dan biasanaya akan diekspor ke China dan Amerika. Penangkaan monyet
menimbulkan pro dan kontra, karena dimana setelah ditangkap monyet akan dijual
ke negara lain. Untuk itu pengurangan populasi monyet dengan cara lain masih di
kembangkan untuk saat ini. Salah satu teknologi untuk pengurangan populasi
monyet adalah dengan sterilisasi jantan monyet, namun masih dalam tahap
penelitian.
Sumber :
Artikel ini telah tayang di Tribunjogja.com dengan
judul Kerap Serang Lahan Pertanian di Gunungkidul, Populasi Monyet Ekor Panjang
Akan Dikurangi, https://jogja.tribunnews.com/2019/09/05/kerap-serang-lahan-pertanian-di-gunungkidul-populasi-monyet-ekor-panjang-akan-dikurangi.
Penulis: Wisang Seto Pangaribowo
Editor: Gaya Lufityanti
Chandra, D. 2006. Analisis Monyet Ekor Panjang (Macaca
fascicularis) diBbukit Banten Kelurahan Sidodadi Kecamatan Kedaton Bandar
Lampung. Skripsi Sarjana Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Irwan, Z.D. 1992. Prinsip-prinsip Ekologi dan Organisasi:
Ekosistem, komunitas, dan Lingkungan. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara.
Linburg, G,D,. Ed. 1980. The Macaques. Van Nostrand Reinhold
Co. New York. Hal. 239-240.
Komentar
Posting Komentar