PERAN VIRUS DALAM AGENSIA HAYATI
Virus dapat berperan sebagai
agens pengendali hayati, misalnya adalah bakteriofage dan mikovirus. Bakteriofage
adalah virus yang menginfeksi bakteri. Sejak pertama kali ditemukan pada awal
abad 20, bakteriofage telah dievaluasi untuk mengendalikan berbagai macam
penyakit yang disebabkan oleh bakteri, termasuk bakteri tumbuhan. Di luar
negeri, akhir-akhir ini bakteriofage sering dievaluasi untuk mengendalikan penyakit
hawar api pada apel dan pir, layu pada tembakau, kanker ada jeruk, bercak pada
jeruk, hawar pada geranium, lodoh pada jamur merang dan hawar Xanthomonas pada
bawang (Obradovic, et. al., 2004 cit Widadi, et. al., 2012)
Mikovirus merupakan virus
yang menginfeksi jamur. Pada jamur patogen tumbuhan, infeksi mikovirus dapat
menyebabkan hipovirulen. Dengan demikian mikovirus dapat dikembangkan sebagai
agens pengendali hayati terhadap jamur patogen tumbuhan. Parameter lain yang
biasanya terkait dengan hipovirulensi adalah menurunnya laju pertumbuhan
koloni, menurunnya tingkat sporulasi, perubahan warna koloni jamur inangnya,
dan lain sebagainya. Apabila jamur inangnya adalah jamur patogen tumbuhan, maka
mikovirus ini dapat dimanfaatkan untuk mengendalikan jamur tersebut
(dikembangkan sebagai agens pengendali hayati/agens virokontrol). Contoh
mikovirus sebagai pengendalian hayati antara lain Cryphonectria hipovirus 1 (CHV-1) dan Mycoreovirus 1 (MyRV-1) untuk
mengendalikan penyakit hawar kastanye, Rhizoctonia
solani Partitivirus 2 (RsPV2)
untuk mengendalikan penyakit hawar pelepah padi, serta mikovirus untuk
mengendalikan penyakit yang disebabkan oleh jamur Rosellinia necatrix (Supyani, 2017).
Namun, virus tidak dapat digunakan
untuk mengendalikan virus. Misalnya saja virus CMV (Cucumber Mosaic Virus) pada
tanaman tomat. Virus pada tomat ini masih merupakan penyebab utama kegagalan
atau rendahnya panen yang didapat petani. Virus sangat sulit dikendalikan,
karena virus hidup sebagai parasit obligat di dalam sel tanaman, sehingga usaha
untuk mematikan virus hanya bisa dilakukan dengan mematikan sel atau jaringan
tanaman inangnya.
CMV pertama kali
dilaporkan pada tahun 1916 sebagai salah satu penyebab penyakit tanaman. Sampai
saat ini belum ada pestisida yang efektif untuk mengendalikan virus atau
serangga vektornya, satu – satunya cara adalah penggunaan kultivar tomat yang
tahan/resisten terhadap virus. CMV bersifat terbawa benih (seedborn), dapat ditularkan dari induk ke keturunannya, secara
mekanik, maupun melalui serangga vektor seperti kutu daun dan aphid. Gejala
yang ditimbulkan CMV berbeda – beda pada setiap tanaman inang yang diserang.
Pada tomat, biasanya timbul gejala mosaik pada daun, penggulungan daun, reduksi
lamina daun, dan tanaman menjadi kerdil (stunt)
(Chupp, et al., 1960 cit Tudaryati et al., 2011). Gejala tanaman yang terinfeksi CMV sangat bervariasid an dipengaruhi oleh
beberapa faktor, diantaranya kultivar, strain virus, kondisi lingkungan, dan
fase pertumbuhan. Kultivar yang tahan hanya menunjukkan gejala mosaik yang
sangat ringan atau tidak bergejala, sedangkan kultivar rentan menunjukkan
gejala mosaik yang berat sampai terjadinya malformasi daun.
Agens hayati yang
digunakan untuk mengendalikan CMV adalah dengan menggunakan PGPR. Aplikasi PGPR
diharapkan dapat menginduksi ketahanan sistemik tanaman. Ketahanan sistemik terinduksi dicirikan oleh
akumulasi asam salisilat (SA) dan pathogenesis-related protein
(PR-protein), misalnya peroksidase.
Secara umum dapat
dilaporkan bahwa terdapat
perbedaan yang nyata antara benih yang
diberi perlakuan PGPR dengan benih
yang tidak diberiperlakuan PGPR menunjukkan bahwa
aplikasi PGPR dapat meningkatkan
pertumbuhan tanaman. Hasil
penelitian Murphy et. al. (2000) cit
Taufik et. al., (2005) menunjukkan
bahwa perlakuan tanaman
tomat dengan Rhizobacteria
menghasilkan pertumbuhan yang lebih cepat dan lebih besar. Sebagian besar
isolat PGPR yang digunakan dapat
mempertahankan potensi bobot
buah tanaman meskipun terinfeksi oleh CMV dan ChiVMV.
Virus dapat berperan sebagai
agens pengendali hayati, misalnya adalah bakteriofage dan mikovirus.
Bakteriofage adalah virus yang menginfeksi bakteri. Mikovirus merupakan virus
yang menginfeksi jamur. Namun, virus tidak dapat digunakan untuk mengendalikan
virus. Misalnya saja virus CMV (Cucumber Mosaic Virus) pada tanaman tomat.
Agens hayati yang digunakan untuk mengendalikan CMV adalah dengan menggunakan
PGPR. Penggunaan PGPR diharapkan dapat menginduksi ketahanan sistemik tanaman
tomat. Ketahanan sistemik terinduksi
dicirikan oleh akumulasi asam salisilat (SA) dan pathogenesis-related protein (PR-protein).
REFERENSI :
Supyani. 2017. Mikovirus, Pengembangannya sebagai
Agens Pengendali Hayati. Jurnal Perindungan Tanaman di Indonesia. 1;1-7
Taufik, S. Hidayati, G. Suastika, S. Sumaraw, S.
sujiprihati. 2005. Kajian Plant Growth Promoting Rhizobacteria sebagai Agens
ProteksiCucumber Mosaic Virus dan Chilli
Veinal Mottle Virus pada Cabai. Hayati 12: 139-144
Tudaryati, L. A.,
F. Nurilmala dan K. Dwiharniati. 2011. Uji Ketahanan Tiga
Varietas Tomat (Solanum licopersicum
L.). Jurnal Sains Natural Universitas Nusa Bangsa 1: 101 – 110
Widadi, S., Linayati, dan Sumiyati. 2012. Exploration
of bacteriophage virulent to Xanthomonas
camprestris pv campretis toward
development as biocontrol agent for cabbage black root desease. Jurnal Caraka
Tani. 28:7-14
#virus #mikovirus #bakteriofag #agenshayati #agensiahayati #pengendalianhayati #CMV #viruspadatomat
Komentar
Posting Komentar