Laporan Praktikum Biokimia
Acara pH dan Buffer Part 2
V. PEMBAHASAN
Penentuan pH larutan
Berdasarkan praktikum yang terah dilaksanakan, bahan yang digunakan dalam penentuan pH antara lain hydrochloric acids 37%, natrium hidroksida, kalium hidroksida, dan akuades. Pada pembuatan larutan 10 ml 6N HCl ini, siapkan 3 ml akuades ke dalam gelas beker, tambahkan HCl 37% melalui dinding gelas beker. HCl yang ditambahkan melaui dinding gelas beker karena golongannya yang termasuk asam kuat. Kemudian, tambahkan lagi 2 ml akuades untuk mengencerkan larutan dan simpan larutan pada falcon tube 15 ml. Pengenceran ini dilakukan dengan akuades yang bersifat polar untuk menurunkan konsentrasi larutan. Dalam Panjaitan et al., (2014) dinyatakan bahwa pengencer yang digunakan dalam larutan harus bersifat osmotik guna menjaga komposisi larutan agar tidak rusak.
Kristal NaOH mempunyai Mr 40 sama dengan nilai molaritasnya. Adapun pembuatan larutan 20 ml 5N NaOH ini dengan menyiapkan 10 ml akuades dalam gelas beker kemudian dimasukkan Kristal NaOH 2 gram. Strier campuran tersebut hingga NaOH terlarut sempurna. Terakhir, tambahkan akuadest hingga mencapai volume total 10 ml. Kemudian simpan larutan dalam botol durrant dan beri label. Pemberian label pada larutan akan memudahkan dalam pengolompokan dan penggunaannya kemudian.
Pada pembuatan 20 ml 5 N KOH, KOH mempunyai nilai molekul relatif 56.1, dengan normalitas yang sama dengan molaritasnya. Menurut Niko (2016), larutan yang memiliki nilai yang sama pada normalitas dan moralitasnya, maka normalitas tersebut sebanding dengan derajat keasaman larutan. Dengan begitu, jumlah KOH yang semakin banyak akan membuat larutan semakin basa, sehingga normalitasnya meningkat. maka semakin Untuk perbuatannya pertama kali disiapkan 10 ml akuadest yang kemudian ditambahkan 2,8 gram KOH. Setelah itu, strier camuran tersebut sampai Kristal KOH larut. Tambahkan lagi akuadest hingga mencapai 10 ml volume total. Simpan 20 ml 5 N KOH ini dalam botol durrant dengan pemberian label.
Pembuatan efek penambahan HCl, NaOH/KOH ini, tuangkan 50 ml akuadest ke dalam gelas beker dan strier dengan kecepatan rendah, lakukan pengukuran pH. Tambahkan 1 ml 6 N HCl ke dalam gelas beker, kemudian stirrer selama 5 menit dan lihat perubahan pH dari pH step pertama. Setelah larutan diperoleh, maka perlu dilakukan pengaturan pH Menurut Trisanyoto (2015), dinyatakan bahwa pH dapat dikendalikan terhadap waktu dan nilai, dengan rentang histerisis +/- 0,1. Apabila rentang histerisis tersebut belum tercapai, maka tidak perlu penambahan asam atau basa untuk mensatbilkan pH Dalam pengujian ini, larutan perlu ditambahkan lagi dengan 1 ml NaOH atau KOH. Stirer selama 5 menit dan akan terjadi perubahan pH dari pH sebelumnya.
Pembuatan Buffer
Larutan PBS merupakan larutan yang bersifat sebagai elektroforesis gel. Menurut Fuad et al., (2016), dijelaskan bahwa elektroforesisi gel merupakan Poliakrilamid-SDS yang diguanakan untuk pemisahan protein berdasarkan berat molekul. Dalam pembuatan larutan 1 liter PBS pH 7.4 ini membutuhkan, 500 ml akuadest di dalam gelas beker yang kemudian distirer pada kecepatan rendah. Masukkan komponen dengan penimbangan pada 8 gram NaCl, 0.2 gram KCl, 1.44 Na2HPO4 . 2H2O, dan KH2PO4. Kemudian tambahkan 40 ml akuadest ke dalam gelas beker. Melakuakn setting pH 7.4 dengan menggunakan 6N HCl atau 5N NaOH. Tambahkan lagi akuadest hingga volume total 1 liter. Terakhir, simpan dalam botol durrant yang diberi label.
Pembuatan 1 liter TBE yaitu pertama, siapkan 500 ml akuadest ked lam gelas beker. Tambahkan komponen dengan ukuran timbang 10.8 gram Tris Base, 5.5 gram boric acids, 4 ml 0,5 EDTA ph 0,8. Stirer campran tersebut kemudian tambahkan akuadest hingga volume mencapai 1000 ml. Kemudian simpan 1 liter TBE ini ke dalam botol durrant. Tutup botol durrant dan goyangkan memutar agar larutan tercampur. Pada umumnya, TBE tersedia dalam stock solution oleh karena itu dalam penggunaannya menjadi working solution perl upengenceran. Dalam pengenceran, step pertama yaitu mengambil 100 ml 10 X TBE dan dipindahkan ke botol durrant. Kemudian, ambil 900 ml akudest dan tuang dalam gelas beker ukuran 1 liter.
Pembuatan buffer 100 ml TE buffer pH 8.0 banyak digunakan dalam penyimpanan DNA. Dalam pembuatannya, pertama disiapkan akuadest dan pindahkan ke dalam botol durrant. Tambhakan 2 ml 0,5M Tris-EDTA pH 8.0. Penambahan EDTA ini berfungsi untuk mengikat Mg2+ dan ion divalent lain sebagai kofaktor. Menurut Pramono et al., (2021) penambahan EDTA dalam pembuatan larutan buffer akan menghambat proses amplifikasi melaui penghelatan ion logam, sehingga berakibat terhadao hilangnya kofaktor pada DNA. Setelah penambahan EDTA, tambahkan juga 0,2 ml 0,5 M EDTA pH 8.0. kemudian goyangkan botol durrant agar campuran merata dan beri label.
Aplikasi pH
Derajat keasaman (pH) sangat dibutuhkan dalam berbagai aplikasi pada veteriner. Derajat keasaman dapat mengindikasikan adanya komtaminasi mikroorganisme pada habitatnya. Salah satunya dengan peran derajat keasaman sebagai indicator terhadap kontaminasi air oleh bakteri leptospira. Bakteri dari genus leptospira ini dapat menyababkan infeksi leptospirosis. Penularan leptospirosis pada manusia terjadi dengan adanya kontak secara tidak langsung melalui air yang telah terkontaminasi bakteri leptospira. Leptospirosis merupakan salah satu penyakit yang menginfeksi manusia (zoonosis) dengan tingkat keganasan yang bervariasi. Akibatnya, setiap penderita mengalami dampak infeksi berbeda mulai dari demam bahkan kematian.
Dalam upaya menekan angka penularan, perlunya mengetahui kontaminasi bakteri leptospira dalam air. dengan begitu, dilakukan pemeriksaan terhadap sampel air dan lingkungan abiotic di sekitarnya. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Nugroho et al., (2017) bahwasannya lingkungan abiotik yaitu pH, salinitas, suhu, dan kelembaban udara menunjang pertumbuhan Leptospira. Melalui pengukuran pH, didapatkan bahwa sampel air yang positif terkontaminasi berada pada kisaran pH antara 7-8. Keberadaan Leptospira dalam rentang pH tersebut sesuai karena pada pH 6.2-8 Leptospira dapat tumbuh optimal.
Selain mikrobakteri, kontaminasi melalui produk pangan asal hewan dapat menjadi medium bagi penularan penyakit hewan ke manusia. Dengan begitu, pH menjadi indikator terhadap pengujian beberapa produk pangan asal hewan. Telur merupakan salah satu produk pangan asal hewan dengan tingkat kosumsi di masyarakat yang tinggi. Hal ini dikarenakan komoditasnya tinggi, nilai gizi mencukupi, dan harga terjangkau. Dalam menjaga kualitas telur, perlu dilakukan evaluasi terhadap kualitas fisik, mikrobiologis, dan organoleptik. Dalam pengujian kualitas fisik, salah satunya dilakukan pengukuran pH terhadap campuran kuning telur dan putih telur yang sudah dihomogenkan. Suharyanto et al., (2016) didapatkan hasil bahwa kisaran pH pada sampel tersebut yaitu 7.89-8.56. Nilai pH pada telur ini akan meningkat seiring dengan lama penyimpanan telur. Hal ini terjadi karena penguapan CO2 yang berdampak pada menurunnya ion bikarbonat dan rusaknya sistem buffer dalam telur. Sehingga, pH pada putih dan kuning telur akan meningkat.
Begitu juga dengan pengaruh lama penyimpanan menjadi faktor dominan turunnya pH susu pasteubrisasi. Dalam penelitian yang telah dilakukan oleh Umar et al., (2014) didapat data yang menunjukkan bahwa semakin lama penyimpanan susu sapi pasteurisasi maka pH susu akan semakin turun. Hal ini terjadi karena adanya aktivitas dari mikroba berupa oksidasi-reduksi yang menghasilkan energi bagi pertumbuhan mereka. Tentu masih banyak aplikasi pH dalam bidang veteriner terutama dalam hal yang menyangkut kesehatan. Dengan begitu, pentingnya implementasi pH untuk mengetahui kualitas dan memberikan jaminan keamaman terhadap berbagai produk pangan hewani
Aplikasi Buffer
Aplikasi buffer seringkali digunakan dalam berbagai pengujian dalam veteriner. Salah satunya dengan penggunaan metode polymerase chain reaction guna mendeteksi adanya mikropatogen. Angeliya dan Kurdiwa (2013) melakukan identifikasi terhadap campylobacter jejuni dengan metode PCR. Bakteri ini bersifat zoonosis yang mengakibatkan penyakit campylobacteriosis dan terdapat pada kotoran hewan. Untuk mengetahui kontaminasi campylobacter jejuni, perlu dilakukan uji dengan metode one step PCR.
Dalam proses pertama yaitu melakukan denaturasi, annealing dan elongasi terhadap DNA. Produk yang diperoleh kemudian divisualisasi dengan elektroforesis DNA yang dilakukan pada sel agarose 1,5% dengan pewarnaan sybr safe dalam larutan buffer TBE 1X. Kemudian larutan tersebut akan dididihkan, diberi penambahan 1 mikro sybr safe, dan dituang dalam chamber electrophoresis. Agarose tersebut perlahan berubah teksturnya menjadi gel. Terdapat penambahan suspensi lagi sebesar 6,5 mikro liter dari 1,5 ul TBE dan sisanya berupa produk PCR. Selanjutnya elektroforesis dijalankan pada 125 volt selama 5 menit. Hasil amplifikasi DNA dari campylobacter jejuni kemudian akan nampak di atas UV transiluminator untuk selanjutnya dilakukan identifikasi.
Aplikasi berikutnya yaitu pada isolasi DNA. Isolasi DNA merupakan pemisahan DNA dari partikel dan zat-zat lain untuk dilakukan analisis molekuler dan rekayasa genetika. Ada beberapa tahapan dalam isolasi DNA yaitu lisis sel, denaturasi nukleoprotein, dan inaktivasi nuklease. Hariyadi et al., (2018) melakukan langkah pertama dalam isolasi DNA yaitu pemberian buffer ekstraksi berupa (10mM Tris, 100mM EDTA, 400mM NaCl, 3% SDS) dan proteinase-K sebanyak 5 mikroliter pada 60 mg sampel yang akan diisolasi.
Kandungan EDTA dalam buffer ekstraksi yaitu untuk merusak nuklease yang akan berakibat pada menurunnya aktivitas endonuclease dalam sel. Langkah kedua yaitu lisis sel, dengan cara inkubasi kemudian dilanjutkan dengan sentrifugasi. Hasil dari lisis sel yaitu pelet DNA yang dalam proses elektroforesis DNA dilakukan pengambilan larutan DNA sebanyak 5 mikroliter kemudian memberikan pewarnaan DNA dengan menggunakan loading dye sebanyak 1 mikroliter. Selanjutnya akan di running pada TAE gel agarosa 1% dengan voltase sebesar 100 volt selama 30 menit.
KESIMPULAN
Derajat keasaman atau power of hydrogen merupakan nilai kualitatif yang menunjukan sifat keasaman atau kebasaan zat. Sifat asam dan basa zat saling berlawanan, dimana zat akan bersifat asam memiliki pH < 7. Sementara, untuk pH > 7 zat akan bersifat basa. Dalam pembuatan larutan derajat keasaman, terdapat berbagai cara. Jenis-jenis larutan asam dan basa yang dapat dibuat antara lain, 10 ml 6N HCl, 20 ml 5N NaOH, 20 ml 5N KOH. Sementara, untuk jenis larutan buffer dalam pengujian antara lain, 1 liter PBS pH 7.4; 1 liter 1X TBE Buffer, dan Buffer TE pH 8. Larutan dengan pH berbeda, mampu memberi dampaknya masing-masing. Pada reaksi asam, substansi yang terionisasi di dalam air melepaskan [H+], sementara pada basa akan melepaskan ion [OH-]. Berbeda lagi dengan sifat buffer dapat mempertahankan pH awal larutan. Jika larutan ditambahkan asam, maka ion [H+] akan menuju kesetimbangan seperti awal, begitu dengan larutan yang ditambahkan basa, maka ion [OH-] akan menyeimbangkan.
Komentar
Posting Komentar